Wednesday 6 May 2015

Pentingnya Pendidikan Demokrasi Di Dalam Keluarga

NAMA : DIO REZKY VITAMA
KELAS : 2EA26
NPM : 12213590

 
Pentingnya Pendidikan Demokrasi Di Dalam Keluarga

Anak adalah tanggung jawab orang tua. Kata-kata itu tidak asing lagi di telinga kita sebab sudah diperdengarkan sejak duduk di bangku sekolah dasar. Secara psikologis, proses perkembangan mental paling penting dari seorang anak adalah sejak lahir hingga mencapai usia akil baligh.
Oleh karena itu dibutuhkan kerja keras orang tua dalam memonitor perkembangan sang anak karena di masa-masa emas itulah orang tua dihadapkan pada cobaan yang paling berat dalam mengurus buah hati.

Mendidik anak zaman dahulu VS zaman sekarang
Periode bocah adalah masa tersulit dalam mendidik anak. Balita akan mengalami fase dimana keingintahuannya akan benda dan lingkungan semakin meningkat. Dari sanalah terjadi proses pembelajaran terhadap benda, tumbuhan, dan sosok manusia.
Terkadang, Orang tua yang tidak mengerti mendefinisikan hal ini sebagai “anak rewel”. Anak yang aktif, loncat kesana kemari, memegangi semua barang yang ia lihat, sering dianggap meresahkan oleh sebagian orang tua. Alhasil, para orang tua zaman dahulu suka memukuli anaknya. Ini adalah tidak benar.

Kenakalan remaja
Jika mendengar kata “kenakalan remaja” anda pasti akan mengaitkannya dengan berkelahi, tawuran, hamil diluar nikah, dan konotasi negatif lainnya. Ya, anda tidak sepenuhnya salah, namun anda kurang paham.
Remaja adalah proses transformasi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Anak berkelahi didorong oleh rasa emosionalnya yang meningkat. Ini wajar dialami remaja. Anak menonton tayangan porno dianggap aib oleh keluarga. Anda tidak perlu berlebihan menanggapi hal tersebut.
Masa remaja ditandai dengan timbulnya menstruasi (perempuan) dan mimpi basah (laki-laki). Bagaimana mengatasinya? Orang tua harus rajin berdiskusi dengan anak, apa yang dialaminya tiap hari, apakah mulai menyukai lawan jenis, apakah pernah disindir, dan hal-hal lain yang dapat mencetus perubahan perilaku anak.

Demokrasi dalam keluarga
Yang satu ini adalah hal yang paling jarang terjadi dalam sebuah keluarga. Bisa dikatakan minoritas dalam budaya Indonesia. Budaya kita mengajarkan bahwa seorang anak harus patuh terhadap orang tua.
Namun, tidak dijelaskan bahwa batas kepatuhan seorang anak sampai dimana. Hal ini menyebabkan anak menjadi objek yang selalu menurut kata orang tua. Ini tidak benar. Anak butuh kesempatan untuk mendewasakan dirinya sendiri.
Karena itu, beri kesempatan untuk berbicara, berdiskusi, bertukar pendapat, agar anak mampu bersuara di dalam keluarga. Hilangkan budaya tabu yang tidak benar. Apa itu tabu yang tidak benar? Tabu yang menanggap orang tua itu adalah sakral layaknya dewa atau Tuhan, tabu yang menganggap harus mengikuti semua tradisi leluhur, dan masih banyak tabu-tabu lainnya.
Lakukanlah segala sesuatu dengan logis, bukan dengan hasrat. Banyak orang tua yang mengatur sekolah, kuliah, hingga calon istri anaknya dengan alasan “untuk kebaikan”.
Itu semua bohong, karena orang tua anda melakukannya hanya karena hasrat, malu dengan tetangga jika sekolah anaknya murahan, dan malu jika anak perempuannya menikah dengan pria miskin tak berpendidikan.
Benar kan? Apakah kebaikan yang dianggap orang tua selalu dari materi, fisik, dan kedudukan? Disinilah pentingnya pendidikan demokrasi dalam keluarga. Beri anak kesempatan untuk memilih masa depan yang “tepat” untuknya, bukan yang “cocok” untuknya.


http://rahmatfredy.blog.com/2013/09/07/pentingnya-pendidikan-demokrasi-di-dalam-keluarga/

HAK dan KEWAJIBAN

HAK dan KEWAJIBAN 

NAMA : DIO REZKY VITAMA
KELAS : 2EA26
NPM : 12213590

 HAK dan KEWAJIBAN 

Hak adalah segala sesuatu yang dapat diambil ataupun tidak oleh individu sebagai anggota warga negara sejak masih berada dalam kandungan. Hak pada umumnya didapat dengan cara diperjuangkan melalui pertanggungjawaban atas kewajiban.
Kewajiban adalah segala sesuatu yang dianggap sebagai suatu keharusan uang hukumnya wajib untuk dilaksanakan oleh individu sebagai anggota warga negara guna mendapatkan hak yang pantas untuk didapat. Kewajiban pada umumnya mengarah pada suatu keharusan/kewajiban bagi individu dalam melaksanakan peran sebagai anggota warga negara guna mendapat pengakuan akan hak yang sesuai dengan pelaksanaan kewajiban tersebut.
Hak dan kewajiban merupakan suatu hal yang terikat satu sama lain, sehingga dalam praktik harus dijalankan dengan seimbang. Jika hak dan kewajiban tidak berjalan secara seimbang dalam praktik kehidupan, maka akan terjadi suatu ketimpangan dalam pelaksanaan kehidupan individu baik dalam kehidupan bermasyarakat , berbangsa , maupun bernegara.
Ketimpangan hak dan kewajiban yang terjadi akan menimbulkan gejolak dalam kehidupan baik dari kalangan individu maupun kelompok. Gejolak tersebut merupakan bentuk ketidakpuasan atas tidak berjalannya hak dan kewajiban secara seimbang. Oleh karena itu, untuk menghindari adanya gejolak pada masyarakat mengenai ketimpangan akan hak dan kewajiban tersebut diperlukan kesadaran secara mendasar pada individu akan kewajiban yang harus dipenuhi guna mendapatkan hak yang pantas dan sesuai atas pelaksanaan kewajiban tersebut.

MENGURAI BENANG KUSUT DALAM PENEGAKAN HUKUM DIINDONESIA

Penegakan Hukum di Indonesia saat ini sedang menghadapi dilema yang sangat besar, banyak rintangan dan hambatan yang dihadapi, tatkala Presiden SBY menggunakan jargon Penegakan Hukum sebagai salah satu barometer utama dalam menentukan keberhasilan Pemerintahan Kabinet Bersatu Jilid 2. Beberapa kasus yang ada, dapat kita gunakan sebagai salah satu ukuran bahwa Penegakan Hukum yang dilakukan belumlah menunjukkan kearah yang lebih baik dari pemerintahan sebelumnya, bahkan justru menunjukkan kelemahan dalam proses penegakan hukum itu sendiri.
Hal ini, tentu tidak serta-merta menunjukkan bahwa hukum di negara kita lemah atau yang lebih ekstrim lagi banyak kalangan yang mengatakan “hukum bisa dibeli” . Pernyataan seperti itu tentu menjadi renungan dan bahan diskusi bagi kita, terutama para akademisi hukum dan pemerhati hukum, apakah dari kenyataan penanganan-penanganan kasus yang terjadi selama ini hanyalah hukum yang mesti harus dipersalahkan.
Sebagai contoh penanganan kasus Skandal Bank Century, kenapa penulis memakai istilah “penanganan” bukan “penegakan hukum” , karena dilatarbelakangi oleh fakta bahwa penyelesaian Skandal Bank Century tidak hanya memakai pendekatan hukum (penegakan hukum) tetapi juga menggunakan pendekatan politik dan pendekatan birokrasi.
Hal ini dapat dipahami karena Skandal Bank Century merupakan kejahatan yang bersifat ordonary crime atau kejahatan yang luar biasa sehingga penyelesaiannya membutuhkan semua pendekatan yang bisa digunakan.
Kasus Bank Century dan kasus-kasus lainnya yang belakangan ini terjadi di Indonesia memberikan gambaran yang begitu nyata terhadap proses penegakan hukum di Negara kita. Ada yang dianggap ganjil dalam penegakan hukum kita, akibat dari bercampurbaurnya antara kekuasaan politik, birokrasi dan hukum itu sendiri. Dalam suatu Negara yang menganut Konsep Negara Hukum hal tersebut merupakan bahan renungan dan kajian bagi kita bersama.
Dalam konsep Negara hukum, selalu menjunjung tinggi adanya sistem hukum yang menjamin kepastian hukum dan perlindungan terhadap hak-hak rakyat. Perilaku aparat penegak hukum dan juga aparat birokrasi kita harus selalu didasarkan kepada aturan perundang-undangan yang ada dan dapat dipertanggungjawabkan baik kepada Tuhan, masyarakat dan juga kepada hukum itu sendiri.
Keberhasilan suatu peraturan perundang-undangan bergantung kepada penerapan dan penegakannya. Apabila penegakan hukum tidak berjalan dengan baik, peraturan perundang-undangan yang bagaimanapun sempurnanya tidak atau kurang memberikan arti sesuai dengan tujuannya, karena itu penegakan hukum harus dilakukan secara elegan.

http://www.guntara.com/2013/09/pengertian-hak-dan-kewajiban-serta.html
http://www.fakultashukum-universitaspanjisakti.com/informasi-akademis/artikel-hukum/44-mengurai-benang-kusut-dalam-penegakan-hukum-di-indonesia.html