KELAS : 2EA26
NPM : 12213590
Pentingnya Pendidikan Demokrasi Di Dalam Keluarga
Anak adalah tanggung jawab orang tua. Kata-kata
itu tidak asing lagi di telinga kita sebab sudah diperdengarkan sejak duduk di
bangku sekolah dasar. Secara psikologis, proses perkembangan mental paling
penting dari seorang anak adalah sejak lahir hingga mencapai usia akil baligh.
Oleh karena itu dibutuhkan kerja keras orang tua
dalam memonitor perkembangan sang anak karena di masa-masa emas itulah orang
tua dihadapkan pada cobaan yang paling berat dalam mengurus buah hati.
Mendidik anak zaman dahulu VS zaman sekarang
Periode bocah adalah masa tersulit dalam mendidik
anak. Balita akan mengalami fase dimana keingintahuannya akan benda dan
lingkungan semakin meningkat. Dari sanalah terjadi proses pembelajaran terhadap
benda, tumbuhan, dan sosok manusia.
Terkadang, Orang tua yang tidak mengerti
mendefinisikan hal ini sebagai “anak rewel”. Anak yang aktif, loncat kesana
kemari, memegangi semua barang yang ia lihat, sering dianggap meresahkan oleh
sebagian orang tua. Alhasil, para orang tua zaman dahulu suka memukuli anaknya.
Ini adalah tidak benar.
Jika mendengar kata “kenakalan remaja” anda pasti
akan mengaitkannya dengan berkelahi, tawuran, hamil diluar nikah, dan konotasi
negatif lainnya. Ya, anda tidak sepenuhnya salah, namun anda kurang paham.
Remaja adalah proses transformasi dari masa
kanak-kanak menuju dewasa. Anak berkelahi didorong oleh rasa emosionalnya yang
meningkat. Ini wajar dialami remaja. Anak menonton tayangan porno dianggap aib
oleh keluarga. Anda tidak perlu berlebihan menanggapi hal tersebut.
Masa remaja ditandai dengan timbulnya menstruasi
(perempuan) dan mimpi basah (laki-laki). Bagaimana mengatasinya? Orang tua
harus rajin berdiskusi dengan anak, apa yang dialaminya tiap hari, apakah mulai
menyukai lawan jenis, apakah pernah disindir, dan hal-hal lain yang dapat
mencetus perubahan perilaku anak.
Yang satu ini adalah hal yang paling jarang
terjadi dalam sebuah keluarga. Bisa dikatakan minoritas dalam budaya Indonesia.
Budaya kita mengajarkan bahwa seorang anak harus patuh terhadap orang tua.
Namun, tidak dijelaskan bahwa batas kepatuhan
seorang anak sampai dimana. Hal ini menyebabkan anak menjadi objek yang selalu
menurut kata orang tua. Ini tidak benar. Anak butuh kesempatan untuk mendewasakan
dirinya sendiri.
Karena itu, beri kesempatan untuk berbicara,
berdiskusi, bertukar pendapat, agar anak mampu bersuara di dalam keluarga.
Hilangkan budaya tabu yang tidak benar. Apa itu tabu yang tidak benar? Tabu
yang menanggap orang tua itu adalah sakral layaknya dewa atau Tuhan, tabu yang
menganggap harus mengikuti semua tradisi leluhur, dan masih banyak tabu-tabu
lainnya.
Lakukanlah segala sesuatu dengan logis, bukan
dengan hasrat. Banyak orang tua yang mengatur sekolah, kuliah, hingga calon istri
anaknya dengan alasan “untuk kebaikan”.
Itu semua bohong, karena orang tua anda
melakukannya hanya karena hasrat, malu dengan tetangga jika sekolah anaknya
murahan, dan malu jika anak perempuannya menikah dengan pria miskin tak
berpendidikan.
Benar kan? Apakah kebaikan yang dianggap orang
tua selalu dari materi, fisik, dan kedudukan? Disinilah pentingnya pendidikan
demokrasi dalam keluarga. Beri anak kesempatan untuk memilih masa depan yang
“tepat” untuknya, bukan yang “cocok” untuknya.
http://rahmatfredy.blog.com/2013/09/07/pentingnya-pendidikan-demokrasi-di-dalam-keluarga/